Komisi VII Pertanyakan Minimnya Laba Bersih BUMN Pertambangan
Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Wanika saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan beberapa BUMN yang tergabung dalam Mind Id, di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (22/1/2020). Foto : Azka/Man
Komisi VII DPR RI mempertanyakan minimnya profit PT Indonesia Asahan Alumnium (Inalum) yang tidak sebanding dengan aset yang dimilikinya. PT Inalum sendiri merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang pertambangan dan tergabung dalam Mining Industry Indonesia (Mind Id).
“Dalam Undang-Undang BUMN, seingat saya tercantum bahwa BUMN merupakan perusahaan negara yang salah satu tujuannya profit atau mengambil keuntungan, selain tentunya ada tujuan-tujuan lain,” ungkap Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Wanika saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan beberapa BUMN yang tergabung dalam Mind Id, di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Jika demikian, lanjut Kardaya, tentu harus ada pembicaraan seolah-olah BUMN ini sebagai perusahaan swasta. “Jika dikatakan bahwa tahun ini profitnya Rp 0,8 triliun memang bagus, tapi begitu dilihat dari asetnya yang mencapai Rp 170,6 triliun, kami langsung lemas mendengarnya. Karena ini jelas tidak sebanding,” ucapnya.
Kondisi tersebut mengingatkan Kardaya pada pelajaran saat masih sekolah, yaitu tentang return and asset. Dimana perbandingan keduanya hanya sekitar 0,4 persen. Hal tersebut tentu sangat mengecewakan. Pasalnya, dengan jumlah aset yang demikian besar, tentu akan lebih besar keuntungannya dan tidak beresiko jika disimpan dalam rekening (deposito).
Hal yang sama juga disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto. Ia mengatakan, dengan aset yang begitu besar, namun laba bersih sangat kecil, memang menjadi pertanyaan besar yang harus diobservasi, dilihat lebih dalam permasalahannya. Apakah itu semua karena bayar hutang, bayar bunga atau adanya miss management, atau memang ada guncangan-guncangan baru seperti Jiwasraya.
“Semua BUMN sepertinya merugi, dan ruginya juga tidak ketulungan. Dengan aset yang begitu besar, laba bersih yang sangat kecil, memang menjadi pertanyaan besar di sini. Hal ini tentu harus diobservasi, dilihat lebih dalam masalahnya apa. Apakah karena bayar hutang, bayar bunga, miss management, atau ada guncangan-guncangan baru seperti Jiwasraya. Bahasa lainnya, laba bersih sebuah perusahaan besar dengan kekayaan aset yang ada sangat tidak sebanding. Ini tentu harus dijelaskan,” pungkasnya. (ayu/es)